Perusahaan Umum Daerah

Kerthi Bali Santhi

LULUT EMAS SEBAGAI PENANDA NASIB

Bali memiliki beragam kebudayaan serta kepercayaan mengenai apapun yang terjadi pasti memiliki pertanda dibaliknya, entah pertanda baik ataupun buruk. Timbulnya kepercayaan itu bersumber dari ajaran agama Hindu di Bali yang umumnya kepercayaan tersebut tercantum dalam kitab-kitab keagamaan yang di pelajari. Dalam kepercayaan masyarakat Bali, mereka memilki salah satu fenomena yang mereka yakini akan menimbulkan dampak negatif atau kabar buruk. Fenomena ini disebut dengan Lulut Emas.

Fenomena Lulut Emas ini berupa munculnya segerombol ulat yang menyerupai sebuah akar berwarna emas yang umumnya terjadi pada sebuah rumah. Ulat ini sendiri merupakan sebuah larva dari serangga agas yang memiliki nama latin fungus gnat larvae. Dalam bahasa Bali serangga ini sering disebut dengan muring atau nyit-nyit. Badan dari serangga ini transparan dan kepalanya berbentuk seperti kapsul. Serangga ini juga memilki cairan kalenjar yang lumayan lengket pada tubuhnya dan dikarenakan tubuhnya transparan dan memiliki kalenjar seolah-olah sedang berkilau layaknya sebuah emas, oleh karean itulah mitos ini diberi nama lulut emas. Serangga berwarna emas ini hidup di dalam tanah. Meskipun lulut ini terkenal bergerombol saat di permukaan ternyata serangga ini tidak hidup bergerombol di bawah tanah layaknya saat di permukaan.Setiap adanya fenomena dimana lulut emas ini naik ke permukaan tidak ada yang tau secara keilmuan faktor penyebab mereka berkoloni dan naik ke permukaan. Ada yang mengatakan bahwa lulut bergabung untuk membetuk dirinya seperti ular yang besar untuk mengelabui predatornya.

Dari pandangan umat Hindu di Bali kemunculan lulut emas ini khususnya di pekarangan rumah seseorang di percaya akan membawa nasib sial kepada penghuni rumah atau dalam istilah lain yang tercantum dalam sebuah lontar yang disebut dengan karang panes. Jika terdapat sebuah rumah yang menjadi tempat kemunculan gerombolan lulut emas itu, sang pemilik rumah diharuskan untuk melakukan sebuah ritual yang tidak boleh dilakukan lebih dari tiga hari. Dalam Lontar Bhama Kretih terdapat anjuran untuk melakukan sebuah upacara pecaruan untuk membersihkan para lulut emas dan menghindari hal-hal buruk. Upacara percaruan dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan seekor ayam brumbunan atau ayam dengan bulu berwarna, prayascita durmanggala yaitu sarana banten untuk menebus dosa dan bayakaonan yaitu sarana banten untuk mengusir hal-hal berbau negatif. Keberadaan lulut emas ini tidak perlu dimusnahkan dengan berjalannya waktu mereka akan hilang dan kembali ke tanah.

Kemunculan lulut ini tak semena-mena buruk. Ada yang mengatakan bahwa lulut juga dapat membawa anugrah yang baik tergantung dari warna kulitnya. Setiap daerah pasti memilki padangan yang berbeda-beda terhadap sesuati yang terjadi. Misalnya, kemunculan lulut emas ini menurut masyarakat Sunda di Sumedang dianggap sebagai anugrah yang baik atau sebuah keberuntungan. Dalam sisi yang lain juga lulut cukup sering digunakan sebagai nama. Desa suatu daerah di Bogor di beri nama Desa Lulut di Kecamatan Klapanunggal. Lulut juga digunakan sebagai nama dari sebuah perumahan, seperti Perumahan Bumi Lulut.Lalu tak sedikit orang juga yang menggunakan kata lulut sebagai namanya seperti Lulut Wahyudi, Lulut Sri Yuliani dan nama Lulut lainnya. Tentunya pemberian nama bukan lah tanpa sebuah arti, oleh sebab itu kata Lulut pasti memilki makna atau harapan ya baik kedepannya. Perbedaan makna ini bukanlah hal yang harus di perdebatkan untuk membuktikan mana yang benar hal itu kembali kepada pribadi masing-masing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *