Kabupaten Karangasem adalah kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Bali, tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, tetapi juga dengan tradisi-tradisi unik yang menjadi warisan budaya dari generasi ke generasi. Banyak tradisi dan adat istiadat yang masih dilestarikan di Karangasem khususnya di Desa Adat Jasri. Tradisi yang terkenal di desa ini adalah tradisi yang berhungan dengan perang, yaitu tradisi ter-teran (perang api). Tradisi ter-teran (perang api) bukan hanya sekedar acara adat, melainkan sebuah ritual yang sarat makna, menghubungkan masyarakat dengan alam dan roh spiritual. Hal ini dapat dilihat dari sejarahnya yang menarik, prosesi pelaksanaannya, dan makna yang mendalam dari tradisi tersebut.
Sejarah awal terjadinya tradisi ter-teran (perang api) merupakan suatu upacara yang sudah ada sejak turun temurun dilakukan karena menurut kepercayaan masyarakat Desa Adat Jasri apabila tidak dilaksanakan maka secara religius kepercayaan masyarakat Desa Adat Jasri yang membayangkan wujud dari dunia yang tak nyata (gaib) yang dikonsepkan dalam sistem kepercayaan sehingga memunculkan pemikiran yang menganggap dunia niskala tersebut dapat menimbulkan musibah. Dilaksanakan Ter-teran (Perang Api) sebagai bagian dalam rangkai usaba Dalem yang dilaksanakan setiap 2 tahun sekali pada bulan maret atau tepetnya pada rahinan Tilem Kesanga saat hari pengerupukan dalam rentetan upacara Tawur Kesange (sehari sebelum dan setelahhari raya nyepi). Tujuan dari perang api ini adalah untuk membersihkan Bhuana Agung dan Bhuana Alit dari gangguan bhutakala serta membawa kedamaian dan terhindar dari segala jenis penyakit sebelum menjalankan Tapa Brata Penyepian.
Terlihat dari sejarahnya yang menarik, prosesi pelaksanaannya juga tidak kalah menarik. Seperti namanya perang api, maka media yang digunakan adalah prakpak (bobok) dan api. Kata ter-teran berarti melemparkan dengan kekuatan dan warga desa Jasri yang mengikuti ter-teran (perang api) di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu jasri kaler dan jasri kelod yang dibatasi dengan batang bambu sebagai pemisah agar salah satu kelompok tidak masuk kekubu lawan. Tradisi ini berlangsung selama 3 hari, setiap ronde memerlukan waktu kurang lebih 1 jam. Jadi untuk 3 ronde memerlukan waktu kurang lebih 3 jam. Hari pertama berawal dari benten caru lalu dilaksanakan kegiatan ngelemin di Pura Wong Bedolot. Kemudian para jero mangku desa yang sudah diutus melaksanakan ayahan dengan berjalan berbusanakain putih, memakai saput poleng (hitam putih) dan menggunakan tekes atau udeng yang terbuat dari anyaman bambu berisi bunga pucuk merah sambil membawa keris menuju Pura Bale Agung Kajanan dan melaksanakan persembahyangan. Menghaturkan bakti selesai, dua orang pengrebet caru pergi ketempat sthana untuk mundut Ida Batara Dalem menuju segara tempat menghaturkan banten pecaruan. Setelah pecaruan wong bedolot mulai ngenjit sundih (menyalakan prakpak/bobok) sambil bersorak dengan krama penyambut untuk ngeterin para pengrebat caru. Para pengrembat caru terus maju dan disambut dengan lemparan sundih dari para krama Desa Adat Jasri. Para pengrembat caru tidak boleh ikut menyerang hanya boleh untuk menghindar atau menangkis dengan prakpak (bobok) yang mereka bawa. Selanjutnya untuk hari kedua dan ketiga ter-teran (perang api) dilaksanakan tanpa upacara mecaru. Ter-teran pada hari kedua dan ketiga kedua kelompok, baik dari jasri kelod maupun jasri kaler melakukan perlawanan (ngeterin) dengan saling melemparkan prakpak (bobok) ke kubu lawan tanpa melewati batas batang bambu.
Makna mendalam dari tradisis ter-teran (perang api) adalah sebagai pedoman menjalani kehidupan sekaligus sebagai pelengkap dalam memuput wali (upacara) pada rangkaian upacara Ngusaba Dalem. Mempertebal keyakinan dan ketaatan dalam diri individu masyarakat Desa Adat Jasri. Membersihkan Bhuana Agung dan Bhuana Alit dari gangguan bhutakala serta membawa kedamaian dan terhindar dari segala jenis penyakit sebelum menjalankan Tapa Brata Penyepian. Selain itu, tradisi ter-teran menumbuhkan rasa kebersamaan, gotong royong, dan hubungan yang harmonis.
Tradisi ter-teran (perang api) bukan hanya sekedar acara adat, melainkan sebuah ritual yang sarat makna, menghubungkan masyarakat dengan alam dan roh spiritual. Tradisi ini menarik dan unik bukan? Tentu saja karena sejarahnya yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi membangkitkan rasa penasaran bagi masyarakat luar. prosesinya juga tidak kalah menarik dan makna mendalam pada tradisi tersebut. Penggunaan media prakpak (bobok) dan api menarik pengujung untuk berteriak. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak masyarakat luar berbondong-bondong menonton acara tersebut.